Kamis, 27 Agustus 2015

Surat Pendaftaran Barang (SPB), Nomor Pendaftaran Barang (NPB) dan Nomor Registrasi Produk (NRP)

Ternyata masih belum berakhir nih pencarian informasi mengenai Nomor Pendaftaran Barang (NPB) walhasil terciptalah tulisan ini, karena penasaran yang teramat menyiksa, berikut hasilnya.

Selalu dimulai dengan pertanyaan, dan saat ini adalah pertanyaan mengenai perbedaan Surat Pendaftaran Barang (SPB) dan Nomor Registrasi Produk (NRP), secara sederhananya adalah suatu surat yang dikeluarkan oleh Direktorat Pengembangan Mutu Barang untuk mengawasi produk SNI, bedanya jika barang SNI tersebut adalah Import maka dikeluarkan Surat Pendaftaran Barang (SPB) tetapi jika produk SNI nya adalah barang local atau produksi dalam negri maka dikeluarkan Nomor Registrasi Produk (NRP)

Apa itu  Surat Pendaftaran Barang (SPB) ?
SPB adalah dokumen hasil verifikasi kesesuaian mutu yang diterbitkan oleh PPMB terhadap dokumen impor yang SNI-nya diberlakukan secara wajib dan diberikan kepada importir. Dalam rangka efektifitas pengawasan barang yang SNI-nya diberlakukan secara wajib maka SPB dalam pelaksanaannya digunakan sebagai dokumen yang harus dilampirkan pada saat impor barang yaitu sebagai lampiran Pemberitahuan Impor Barang (PIB) saat pengeluaran barang dari kawasan pabean. 

Didalam SPB terdapat Nomor Pendaftaran Barang (NPB) yang juga diberikan kepada importir guna ketertelusuran penerapan pengawasan mutu terhadap barang impor SNI Wajib. NPB digunakan sebagai dasar pengawasan barang beredar di pasar. Melalui NPB dapat ditelusuri negara asal barang impor tersebut, merk barang yang diimpor, importir yang mengimpor dan Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) yang mengeluarkan Sertifikat Produk Pengguna Tanda SNI (SPPT-SNI).

Jadi jelas ya... NPB adalah bagian dari SPB


Penjelasan NPB (baris kedua):
1.    Tiga  digit pertama = nomor registrasi  LPK di Direktorat Standardisasi
2.    Tiga digit  kedua = Kode negara  asal barang
3.    Lima digit ketiga = Dua digit pertama menunjukan tahun terbit, empat digit berikutnya nomor urut pendaftaran NPB.

Tata Cara Pendaftaran Untuk Memperoleh NPB/SPB:


Proses pendaftaran SPB saat ini dilakukan secara ‘semi online’ , pemohon harus datang ke PPMB untuk melakukan entri data untuk dapat diproses ke National Single Window (NSW) melalui INATRADE.

Adapun tata caranya adalah sebagai berikut :

  1. Pelaku usaha mengajukan permohonan pendaftaran barang impor kepada Kepala Pusat Pengawasan Mutu Barang (PPMB), dengan mengisi formulir dan dilengkapi dengan : Sertifikat Kesesuaian /SPPT SNI   (pertama kali menunjukan aslinya), API,  BL Non Negotiable/Airway Bill/DO asli, fotocopy Invoice & Packing List serta Surat Kuasa apabila dikuasakan dari pemegang API.
  2. Kepala PPMB menerbitkan Tanda Terima atas permohonan pendaftaran barang impor;
  3. Kepala Pusat Pengawasan Mutu Barang paling lambat 2 (dua) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap dan benar menerbitkan Surat Pendaftaran Barang (SPB) yang didalamnya terdapat NPB
  4. Kepala Pusat Pengawasan Mutu Barang mengeluarkan Surat Penolakan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima apabila permohonan dinilai belum lengkap dan benar;
  5. SPB atau Surat Penolakan disampaikan kepada pelaku usaha dan tembusannya disampaikan kepada :


    • Direktur Jenderal Bea dan Cukai Departemen Keuangan c.q.  Kepala Kantor Pelayanan Bea dan   Cukai setempat;
    • Sekretaris Jendral Kementrian Perdagangan
    • Direktur Jendarl Perdagangan Luar Negeri
    • Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen c.q.   Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa;
    • Gubernur c.q. Kepala Dinas Propinsi yang mempunyai tugas   dan tanggung jawab dibidang perdagangan sesuai lokasi  pelabuhan atau terminal bongkar.



Barang impor yang telah diberlakukan SNI Wajib yang berada di kawasan Pabean wajib dire-ekspor atau dimusnahkan oleh Pelaku Usaha apabila :

    •  Permohonan SPB ditolak;
    •  Tidak memiliki Sertifikat Kesesuaian;


Pelaksanaan re-ekspor dan biaya re-ekspor atau pemusnahan barang dibebankan kepada Pelaku Usaha yang bersangkutan


Apa itu Nomor Registrasi Produk (NRP) ?

NRP adalah nomor identitas yang diterbitkan oleh PPMB yang diberikan terhadap barang produksi dalam negeri yang SNI-nya diberlakukan secara wajib sebelum diperdagangkan. Melalui NRP dapat ditelusuri pabrik dan lokasi pabrik pembuat barang, merk barang yang diproduksi, dan Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) yang mengeluarkan SPPT-SNI. NRP digunakan sebagai dasar  pengawasan barang beredar (market surveilance).


Penjelasan NRP (baris kedua):
1.    Tiga  digit pertama = nomor registrasi di Direktorat Standardisasi  untuk LPK
2.    Tiga digit  kedua = Nomor identitas daerah produsen / kode daerah tingkat II (Kabupaten/Kota)
3.    Lima digit ketiga = Dua digit pertama menunjukan tahun terbit, empat digit berikutnya nomor urut pendaftaran NRP


Tata Cara Pendaftaran Untuk Memperoleh NRP :




Pelaku usaha yang memproduksi barang mengajukan permohonan pendaftaran barang kepada Pusat Pengawasan Mutu Barang; dengan mengisi formulir dan dilengkapi dengan:

  • Fotocopy Sertifikat Kesesuaian yang telah dilegalisir dengan menunjukkan yang asli; 
  • Informasi Daerah Pemasaran; 
  • Surat Kuasa bermaterai cukup apabila dikuasakan.
  • Foto copy Akte Pendirian Perusahaan


Pada saat mendaftar, keterangan yang wajib diisi pada formulir pendaftaran antara lain :

  • Nama perusahaan
  • Alamat perusahaan
  • Jenis produk
  • Merek Dagang
  • No, Tgl, Penerbit Sertifikat kesesuaian
  • Informasi daerah pemasaran

Kepala PPMB  menerbitkan Tanda Terima atas permohonan pendaftaran barang;

Kepala PPMB paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap dan benar menerbitkan Surat Pendaftaran yang didalamnya terdapat NRP;

Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri c.q. Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang mengeluarkan Surat Penolakan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima apabila permohonan dinilai belum lengkap dan benar. Permohonan yang ditolak dapat diajukan kembali sesuai persyaratan yang ditetapkan;

NRP atau Surat Penolakan disampaikan kepada pelaku usaha dan tembusannya disampaikan kepada:          

  • Pusat Pengawasan Mutu Barang;                   
  • Gubernur c.q. Kepala Dinas Propinsi dan Bupati/Walikota c.q. Kepala  Dinas Kabupaten/Kota yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang perdagangan sesuai domisili pelaku usaha.

Pelaku usaha yang telah memiliki NRP wajib melaporkan setiap perubahan informasi terhitung 3 (tiga) bulan sejak terjadinya perubahan kepada Pusat Pengawasan Mutu Barang;

Pelaku usaha dapat mengajukan perpanjangan NRP;

Pusat Pengawasan  Mutu Barang membatalkan NRP apabila pelaku usaha:

  • Tidak dapat mempertahankan status sertifikat kesesuaian yang dimilikinya; 
  • Memperdagangkan barang yang tidak memenuhi persyaratan SNI: 
  • Memberi informasi keterangan yang tidak benar; 
  • Mengajukan permohonan pembatalan NRP.


TATA CARA UNTUK MENDAPATKAN NRP : 


Eksportir/eksportir produsen yang akan mengekspor barang yang termasuk dalam kategori diawasi.

Ada 2 cara sertifikasi :

Cara 1

 Eksportir/eksportir produsen mengajukan permohonan pengujian ke laboratorium penguji mutu (LPM) yang sudah terakreditasi. Sebelum diuji, contoh barang diambil oleh Petugas Pengambil Contoh (PPC) yang telah teregistrasi dan selanjutnya dikirim ke LPM.

  • Apabila hasil pengujiannya memenuhi standar SNI atau standar yang diacu (standar negara tujuan ekspor) akan diterbitkan Sertifikat Mutu (SM) [yang terdiri dari beberapa copy.]
  • Apabila hasil pengujian tidak memenuhi standar SNI atau standar yang diacu (standar negara tujuan ekspor) diterbitkan Laporan Hasil Analisa (LHA),  barang tidak bisa diekspor. Terhadap barang tersebut dapat dilakukan resampling atau reprosesing, diikuti dengan proses 2 dan 3).
  • SM tersebut ini merupakan lampiran dari dokumen Pemberitahuan  Ekspor Barang (PEB) yang akan diverifikasi oleh Bea Cukai.
  • Apabila hasil verifikasi Bea Cukai tsb. dinyatakan lolos atau sesuai, barang dapat dikirim ke negara tujuan.


Cara 2

  • Eksportir/eksportir produsen mengajukan permohonan ke Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro) untuk memperoleh Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI (SPPT SNI)  atau Sertifikat Produk penggunaan tanda standar dari negara tujuan.
  • Apabila eksportir atau yang punya barang/produknya  memenuhi standar ketentuan yang diacu, maka  dapat diberikan Sertifikat Produk (SP). Apabila akan  mengekspor barang/produknya, eksportir tersebut dapat mencantumkan Nomor SP barang tersebut pada PEB,  yang akan diverifikasi oleh Bea Cukai. Jika sudah memenuhi semua ketentuan, barang/produk dikirim ke negara tujuan.

Untuk yang mau bisnis online dan offline silahkan klik disini



Baca juga :


Rabu, 19 Agustus 2015

Prosedur Pembuatan Nomor Pendaftaran Barang (NPB) di Direktorat Pengembangan Mutu Barang (Dit PMB)

Menyambung dari tulisan tentang SPPT SNI, hal lain yang perlu diketahui adalah setiap barang impor yang telah diberlakukan SNI wajib yang akan memasuki daerah pabean wajib dilengkapi dengan Nomor Pendaftaran Barang (NPB) yang diterbitkan oleh Direktorat Pengembangan Mutu Barang (Dit. PMB) Kementerian Perdagangan Jl. Raya Bogor Km. 26 Ciracas, Jakarta Timur Telp. (021) 8710321-23.

Masa berlaku Nomor Pendaftaran Barang (NPB)
NPB berlaku selama 3 (tiga) tahun/sesuai masa berlakunya Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT ) SNI dan dapat diperpanjang. Satu NPB berlaku untuk satu merek dari tiap jenis barang untuk satu pabrik. Produsen wajib mencantumkan NPB pada setiap barang atau kemasan yang akan diperdagangkan.

Alur penerbitan Nomor Pendaftaran Barang (NPB)



Tata Cara Pendaftaran Untuk Memperoleh NPB/SPB:

Proses pendaftaran SPB saat ini dilakukan secara ‘semi online’ , pemohon harus datang ke Dit. PMB untuk melakukan entry data untuk dapat diproses ke National Single Window (NSW) melalui INATRADE.

Adapun tata caranya adalah sebagai berikut :

  1. Pelaku usaha mengajukan permohonan pendaftaran barang impor kepada Direktur Pengembangan Mutu Barang, dengan mengisi formulir dan dilengkapi dengan : Sertifikat Kesesuaian/SPPT SNI (pertama kali menunjukan aslinya), API,  BL Non Negotiable/Airway Bill/DO asli, fotocopi Invoice & Packing List serta Surat Kuasa apabila dikuasakan dari pemegang API.
  2. Direktorat PMB menerbitkan Tanda Terima atas permohonan pendaftaran barang impor;
  3. Paling lambat 2 (dua) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap dan benar, Direktorat PMB menerbitkan Surat Pendaftaran Barang (SPB) yang didalamnya terdapat NPB;
  4. Direktorat PMB mengeluarkan Surat Penolakan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima apabila permohonan dinilai belum lengkap dan benar;
  5. SPB ataupun Surat Penolakan disampaikan kepada pelaku usaha dan tembusannya disampaikan kepada :
    • Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan c.q. Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setempat;
    • Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan
    • Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan
    • Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen c.q. Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementerian Perdagangan;
    • Gubernur c.q. Kepala Dinas Propinsi yang mempunyai tugas   dan tanggung jawab dibidang perdagangan sesuai lokasi  pelabuhan atau terminal bongkar.

Apa yang terjadi jika kita mendapatkan SPB di-reject / ditolak ?
Barang impor yang telah diberlakukan SNI Wajib yang berada di kawasan pabean wajib dire-ekspor atau dimusnahkan oleh pelaku usaha apabila permohonan SPB ditolak dan atau tidak memiliki Sertifikat Kesesuaian;

Barang yang harus di re-export atau dimusnahkan menjadi beban siapa ?
Pelaksanaan re-ekspor dan biaya re-ekspor atau pemusnahan barang dibebankan kepada Pelaku Usaha yang bersangkutan. 
Adduuuhhh.... jangan sampai terjadi ya....

Saya yakin pembaca website ini pastilah pembaca yang pintar dan cerdas, yang selalu bertindak preventive dibandingkan proactive menyuap atau bayar undertable... jangan yah...

Demikianlah Prosedur Pembuatan Nomor Pendaftaran Barang (NPB) di Direktorat Pengembangan Mutu Barang (Dit PMB)

Peraturan ada untuk ditaati, ikutin aja prosedurnya, gitu aja kok susah... Look it simple so it will come easier ;) 

Saya doakan sukses selalu untuk anda dan usaha anda. Aamiin yra..

Untuk yang mau bisnis online dan offline silahkan klik disini


Baca juga :






      Selasa, 18 Agustus 2015

      Apa Bedanya SPPT SNI dan SNI Pengecualian ???


      Lebih dari seminggu mengumpulkan data apa saja yang diperlukan dalam mengimport produk ubin keramik untuk dipasarkan di Indonesia.

      Cek di INSW, masukan nomor HS Code dan taraaaaaa....................
      keluar semua detail yang diperlukan untuk clearance disini, didalam detail website tertera SNI Pengecualian, SKLBI dan NPB.

      Ok!!!!

      Apa itu SKLBI ?
      SKLBI adalah Surat Keterangan Label Bahasa Indonesia, jadi pastikan semua label dalam bahasa Indonesia sudah tercantum atau terekat erat disetiap packingnya.. misalnya jika menjualnya per piece maka label harus ditempelkan disetiap piece, jika jualnya per box maka tempelnya disetiap box yang diimport. Untuk persyaratan dan prosedur pembuatan SKLBI klik disini.

      Apa itu SNI Pengecualian ?
      Saya googling sih belum ketemu waktu minggu kemarin, saya tanya ke teman saya yang aktif di forwarder, SNI pengecualian adalah SNI yang diterbitkan oleh dinas perindustrian untuk prosedur clearance dan berlaku selama 6 bulan dan dapat diperpanjang.
      Saya sempat tanyakan biaya pembuatannya sebesar Rp 3.000.000,-

      Apa itu NPB ?
      NPB adalah No Pendaftaran Barang, hati-hati ya jangan memproses import sembelum mengurus ini, karena jika tidak ada ini hal terburuk yang terjadi untuk cargo anda adalah dikembalikan ke negara asal atau dimusnahkan... waduuhhh mau usaha malah rugi kan... so be careful ya......

      Apakah barang yang sudah selesai clearance dengan menggunakan SNI pengecualian bisa dijual ?
      nahh ini keyword yang saya masukan dan tetep belum ada jawabannya, googled sana sini juga ga dapet, walhasil selama 3 hari kerja saya telepon dan email ke Forwarder, Bea Cukai, Kementrian Perdagangan dan BSN.
      Daaaaan hasilnya adalah tidak bisa dijual, karena semua barang yang diperjualbelikan di Indonesia jika berkaitan dengan keselematan, kesehatan, lingkungan hidup dan teknologi wajib hukumnya memiliki SPPT SNI.

      Jadi bedanya apa antara SSPT SNI & SNI ?
      dari prosesnya aja sudah keliatan beda, kalau saya ringkas, kalau ubin keramiknya untuk digunakan sendiri bisa pakai SNI Pengecualian, jika untuk dijual ya harus pakai SPPT SNI dong... simple juga ternyata, nyari informasinya sampai seminggu lebih..

      Dan ternyata ngga semua komoditi yang memerlukan sertifikasi harus menghubungi BSN, jadi ada bagian-bagiannya tergantung apa yang mau disertifikasi, dan untuk ubin keramik yang melakukan sertifikasi adalah Balai Besar Keramik, Balai Besar Keramik ( BBK ) merupakan intitusi yang ditunjuk khusus untuk produk keramik di wilayah Indonesia...

      So... kebayang deh barapa puluh kali saya meredial nomor yang di website without any luck hikss... akhirnya saya email tanggal 11 Agustus 2015 dan mendapat jawaban tanggal 13 Agustus 2015.

      Alhamdulillah........... dan pas ditelepon balik oleh petugasnya sangat helpful dan sangat informatif mereka bilang memang line nya hanya ada 3 tetapi yang menelepon seluruh Indonesia, it's okay lah selama mendapatkan jawaban dari setiap pertanyaan.

      Untuk hal ini saya masih belajar, dan pengetahuan yang baru saya temui, jika ada yang perlu ditambahkan atau dikoreksi mohon dibantu untuk leave comment ya.....

      Terima kasih, jika berguna klik share please... :)

      Baca juga :

      Selasa, 04 Agustus 2015

      Apa Sich Dwelling Time Itu.....?? Impotir Wajib Baca

      Pada saat menulis ini saya sedang ditemani Indonesia Lawyer Club di TV One mengenai Dwelling Time, jadi penasaran apa sih Dwelling Time itu ???



      Sambil memnonton dan membuat resume agar tidak lupa artinya cekidot yaaa.

      Dwelling time adalah ukuran waktu yang dibutuhkan kontainer impor, sejak kontainer dibongkar dari kapal (berthing) sampai dengan keluar dari kawasan pelabuhan (gate out).

      Dwelling time sangat berkaitan erat dengan tahapan clearance, berdasarkan informasi dari beacukai tahapan clearance adalah :
      Tahap pre clearance adalah : barang sudah smp dipelabuhan tapi belum sampai submit data impor barang.
      Tahap customs clearance : waktu dari submit sampai akhirnya SPPb
      Tahap post customs clearance : waktu dari SPPB sampai dengan barang tsb keluar dari pelabuhan.

      Apa sih menyebabkan dwelling time lama ?

      Dwelling time lama bisa disebabkan oleh banyak faktor tapi yang terutama adalah :

      1. Importir tidak mengecek dokumen yang perlu diurus untuk mempermudah custom clearance sebelum import dilakukan.
      2. Importir tidak lengkap izin-izinnya, jadi baru mengurus izin-izinnya setelah kapal sandar.
      3. Importir telat submit dokumen.


      Cara menghindari Dwelling Time :

      1. importir dapat mensubmit data sebelum kapal sandar.
      2. gunakan portal INSW sebelum melakukan import, check surat-surat yang dibutuhkan untuk mempermudah custom clearance.
      3. Siapkan trucking segera setelah SPPB didapat.

      Nah yang menjadi masalah adalah bagaimana jika importir sudah mengecek sebelum import dan pada saat import berjalan ada peraturan baru, yang menyatakan barang yang diimport memerlukan izin khusus, nah kalau sudah begini hanya bisa pasrah terima nasib untuk dwelling time lagi.

      Happy import tapi sambil berdoa semoga export lebih banyak dibanding import.

      Semoga bermanfaat....

      Baca juga :